MEMBANGUN KARAKTER KEJUJURAN SISWA SEJAK DINI

Sistem pendidikan di Indonesia nampaknya hanya sekedar simbolik saja. Sebab realita yang ada ternyata masih banyak penerapan pendidikan yang kontradiktif dengan apa yang telah diatur dalam sistem pendidikan nasional. Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 disebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah.
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 
Realita yang ada ternyata masih banyak para lulusan alumni pendidikan bahkan sampai yang telah menempuh gelar di perguruan tinggi yang belum menjadi manusia yang sesuai dengan harapan dari tujuan pendidikan. Justru bangsa ini menjadi lebih terpuruk dengan berkembangnya koruptor yang cerdik yang mengakibatkan negara menjadi rugi. Inilah permasalahan yang perlu diatasi dalam proses pendidikan terutama masalah nilai-nilai karakter kejujuran siswa yang semakin hilang sehingga akan berdampak pada masa depan bangsa.
Menghadapi serta mendengar masalah yang krusial tersebut, membuat saya bertanya-tanya. Siapakah yang bertanggung jawab atas permasalahan mengenai rendahnya nilai-nilai karakter kejujuran siswa?. Bagaimanakah penerapan sistem pendidikan nasional dalam rangka membangun karakter kejujuran siswa demi masa depan bangsa yang lebih baik?.
Sesuai dengan Pusat Kurikulum dan Pembukuan Kemdiknas (2011 : 3) menjelaskan ada 18 karakter siswa yang harus dikembangkan dalam proses pembelajaran, salah satunya adalah karakter kejujuran. Karakter kejujuran siswa dinilai sangat vital demi mewujudkan kualitas pendidikan di Indonesia. Sebab karakter kejujuran akan memberikan dampak demi masa depan bangsa. Kinerja siswa ketika menempuh masa pendidikan memiliki karakter kejujuran yang baik, tentunya mereka akan bisa menerapkan kinerja tersebut di masa depannya secara baik pula. Namun sebaliknya ketika siswa memiliki karakter kejujuran yang tidak baik, tentunya mereka akan menerapkan karakter kejujuran tersebut di masa depan secara tidak baik pula.
Dalam sistem pendidikan nasional, salah satu komponen yang paling utama adalah kurikulum. Kurikulum sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan tentunya harus dapat memberikan pengaturan dan rencana pembelajaran yang tidak hanya mencakup ranah pengetahun, tetapi juga ranah sikap dan keterampilan. Salah satu ranah sikap yang perlu dikembangkan adakah nilai-nilai karakter kejujuran siswa. Setiap mata pelajaran harus dapat memuat pengembangan karakter kejujuran pada perencanaan pembelajaran. Oleh karena itu, bagaimana seorang guru dapat menerapkan pembelajaran terutama dalam mengembangkan karakter kejujuran siswa sesuai dengan perencanaan dan desain pembelajaran yang telah disusun sehingga siswa dapat mengembangkan karakter kejujuran dengan baik.

Peran Guru dan Orang Tua
Dalam karakter moral, siswa dituntut untuk memiliki karakter kejujuran dan keikhlasan. Karakter kejujuran dan keikhlasan inilah yang saling terkait untuk menumbuhkan nilai moral bangsa yang lebih baik. Oleh karena itu, sebagai pelaku pendidikan terutama peran guru dan orang tua yang sangat bertanggung jawab atas keberhasilan siswa sehingga guru bersama orang tua harus dapat membangun nilai-nilai karakter kejujuran siswa dan mencetak siswanya menjadi manusia yang bermoral dalam rangka memimpin masa depan yang lebih baik.
Guru merupakan kunci utama dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Guru harus bisa menjadikan siswanya agar memiliki perubahan, baik dari segi pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Tugas guru tidak hanya mengajarkan materi saja, tetapi juga mendidik, melatih, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi siswanya. Disamping itu, guru juga diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi siswa. Guru akan selalu diingat siswanya jika guru dapat menginspirasi siswanya sehingga kedepannya siswa dapat menjadi manusia yang memiliki karakter yang lebih baik.
Disamping guru, peran orang tua juga dinilai sangat mempengaruhi karakter kejujuran siswa. Orang tua dalam mendidik anaknya pada pendidikan informaal justru harus lebih optimal, sebab waktu keberadaan siswa di rumah lebih lama di bandingkan waktu keberadaan siswa di sekolah. Orang tua dengan ketulusan mendidik anaknya sejak kecil sehingga orang tua akan lebih peka terhadap karakter yang dimiliki oleh anaknya. Dengan karakter dan cara mendidik orang tua dengan guru mestinya tidak sama, sehingga antara orang tua dengan guru terutama wali kelas harus saling berkoordinasi dalam rangka mengetahui karakter yang dimiliki siswa sehingga karakter kejujuran siswa dapat dikembangkan dengan mudah.
Inilah tugas berat bagi kedua pelaku pendidikan demi mambangun karakter kejujuran siswa. Hanya rasa keikhlasan dan penuh kasih sayang dari seorang guru dan orang tua yang dapat membangun karakter anak menjadi lebih baik . Oleh karena itu, guru dan orang tua harus dapat memiliki pribadi yang baik minimal dengan memiliki sikap kejujuran yang baik sehingga siswanya akan dapat secara mudah untuk menerapkan dan membangun karakter kejujuran sesuai dengan apa yang telah diterapkan oleh guru dan orang tuanya. Jangan sampai guru dan orang tua hanya menyuruh siswa untuk berbuat jujur tetapi karakter guru dan orang tua tidak dapat menjadi teladan bagi siswanya. 

Kebijakan Pemerintah
Dengan kebijakan pemerintah yang baru  pada tahun 2015 ini sesuai dengan apa yang telah dicanangkan oleh Mendiknas, Anis Baswedan bahwa nilai UN bukan menjadi penentu kelulusan sehingga ini menjadi kesempatan besar bagi sekolah untuk menentukan siswa mana yang pantas untuk diluluskan. Pemerintah kini sangat menyadari betul akan pentingnya karakter kejujuran sehingga inilah momen yang sangat tepat bagaimana sekolah dapat membangkitkan kembali nilai-nilai karakter kejujuran siswa melalui UN.
Pada tahun-tahun yang lalu dengan ketentuan kelulusan yang masih mengandalkan pada nilai UN dengan kriteria kelulusan yang dianggap sangat berat bagi siswa sehingga cenderung mengabaikan karakter kejujuran siswa. Sebab sekolah harus meninggikan nilai sekolah agar dapat membantu nilai akhir yang diperoleh siswa, baik dari nilai rata-rata raport maupun nilai Ujian Sekolah. Kemudian ketika pelaksanaan UN, guru bahkan memberikan bocoran kunci jawaban agar siswa diharapkan memperoleh nilai minimal kelulusan sehingga sekolah dapat memperoleh persentase kelulusan 100% walaupun persentase kejujuran tidak 100%. Sekolah lebih mementingkan nasib dan nama baik sekolah sendiri dibandingkan kualitas lulusan bagi siswanya. Nilai kelulusan menjadi penentu nasib dan nama baik sekolah ke depan dalam rangka merekrut jumlah siswa sehingga tidak menjadi menurun. Sebaliknya kualitas lulusan akan menjadi tidak baik sehingga banyak lulusan pendidikan yang tidak dipercayai lagi akan kinerjanya di masa depan.
Dengan perubahan sistem UN pada tahun 2015 ini dibandingkan pada tahun-tahun lalu sehingga kini saatnya untuk mengembalikan karakter kejujuran siswa dengan tidak mengabaikan perolehan nilai UN secara optimal. Saya berharap agar kebijakan pemerintah mengenai sistem pendidikan nasional harus tetap dikembangkan demi meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia serta dapat terwujudnya manusia yang bermoral dalam rangka memimpin masa depan yang lebih baik. Untuk itu, kebijakan pemerintah dengan didukung oleh peran guru dan orang tua tentunya akan membawa dampak yang positif demi membangun karakter siswa sejak dini demi mewujudkan generasi masa depan bangsa yang lebih bermoral.
Sumber : Dedy Iswanto, S.Pd.

3 komentar:

Unknown mengatakan...

terimakasih kak buat infonya membantu saya dalam mengajar.. yuk klao mau tahu
cara membuat web disini aja kak.. terimakasih.

belajar matematika smk mengatakan...

okk

Anonim mengatakan...

global sevilla school

Posting Komentar