KEMAMPUAN GENERALISASI DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Generalisasi matematis adalah bagian dari penalaran induktif matematik. Generalisasi merupakan terjemahan dari generalization yang artinya perumuman. Soekadijo (1999: 134) mengatakan bahwa penalaran yang menyimpulkan suatu konklusi yang bersifat umum dari premis-premis yang berupa proposisi empirik itu disebut generalisasi.
Rahman, (2004: 15) mengatakan bahwa generalisasi adalah proses penarikan kesimpulan dimulai dengan memeriksa keadaan khusus menuju kesimpulan umum. Penalaran tersebut mencakup pengamatan contoh-contoh khusus dan menemukan pola atau aturan yang melandasinya. Sedangkan Trisnadi (2006:11) mengungkapkan bahwa generalisasi adalah menyatakan pola, menentukan struktur/ data/ gambaran/ suku berikutnya dan memformulasikan keumuman secara simbolis.
Generalisasi didasari oleh prinsip apa yang beberapa kali terjadi dalam kondisi tertentu dapat diharapkan akan selalu terjadi apabila kondisi yang sama terpenuhi. Oleh karena itu, hasil penalaran ini hanya berupa harapan atau dugaan. Lebih lanjut, generalisasi mencakup pengamatan fakta-fakta khusus dan menemukan pola atau aturan yang melandasinya. Hal ini sejalan dengan Ruseffendi bahwa membuat generalisasi adalah membuat perkiraan atau terkaan berdasarkan pengetahuan (pengalaman) yang dikembangkan melalui fakta-fakta khusus.
Gegne berpendapat bahwa generalisasi diartikan sebagai transfer belajar. Transfer belajar ini lebih berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menangkap struktur pokok, pola dan prinsip-prinsip umum. Artinya bahwa siswa akan mampu mengadakan generalisasi, yaitu menangkap ciri-ciri atau sifat umum yang terdapat dari sejumlah hal-hal khusus, apabila siswa telah memiliki konsep, kaidah, prinsip (kemahiran intelektual) dan siasat-siasat memecahkan masalah tersebut.
Menurut Soekadijo generalisasi memuat beberapa syarat diantaranya adalah: (1) generalisasi harus tidak terbatas secara numerik, artinya generalisasi tidak boleh terikat kepada jumlah tertentu. (2) generalisasi harus tidak terbatas secara spasio-temporal, artinya tidak boleh terbatas dalam ruang dan waktu.
Proses generalisasi matematika terdiri dari 4 tahap yaitu:
tahap perception of generality
Pada tahap ini siswa baru sampai pada tahap mengenal sebuah aturan/ pola. Pada tahap ini siswa juga telah mampu mempersepsi atau mengidentifikasi pola. Siswa telah mengetahui bahwa masalah yang disajikan dapat diselesaikan menggunakan aturan/pola.
tahap ekspression of generality
Pada tahap ini siswa telah mampu menggunakan hasil identifikasi pola untuk menentukan struktur/ data/ gambar/ suku berikutnya. Pada ini siswa juga telah mampu menguraikan sebuah aturan/ pola, baik secara numerik maupun verbal.
tahap symbolic ekspression of generality
Pada tahap ini siswa telah mampu menghasilkan sebuah aturan dan pola umum. Selain itu siswa juga telah mampu memformulasikan keumuman secara simbolis.
tahap manipulation of generality
Pada tahap ini siswa telah mampu menggunakan hasil generalisasi untuk menyelesaikan masalah, dan mampu menerapkan aturan/ pola yang telah mereka temukan pada berbagai persoalan.
Generalisasi didasari oleh prinsip apa yang beberapa kali terjadi dalam kondisi tertentu dapat diharapkan akan selalu terjadi apabila kondisi yang sama terpenuhi (Soekadijo, 1999: 134). Oleh karena itu hasil penalaran secara generalisasi hanya suatu harapan atau dugaan. Perkiraan atau terkaan itu berdasarkan pengetahuan (pengalaman) yang dikembangkan melalui fakta-fakta khusus.
Kesimpulan dari hasil penalaran generalisasi hanya suatu harapan, suatu kepercayaan yang berupa suatu probabilitas. Tinggi-rendahnya probabilitas konklusi itu dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang disebut faktor-faktor probabilitas. Soekadijo (1999: 136) mengatakan bahwa faktor-faktor probabilitas yang berhubungan dengan generalisasi memiliki sifat-sifat berikut: (1) makin besar jumlah fakta yang dijadikan dasar penalaran, makin tinggi probabilitas konklusinya; (2) makin besar jumlah faktor kesamaan di dalam premis, makin rendah probabilitas konklusinya dan sebaliknya; (3) makin besar jumlah faktor disanaloginya didalam premis, makin tinggi probabilitas konklusinya dan sebaliknya; (4) semakin luas konklusinya semakin rendah probabilitasnya dan sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA
Sastrosudirjo, S.S. (1988). Hubungan Kemampuan Penalaran dan Prestasi Belajar untuk Siswa SMP. Jurnal Kependidikan no.1 Tahun ke 18: IKIP Yogyakarta.
Sukadijo, G.R. (1999). Logika Dasar Tradisional, Simbolik dan Induktif. Jakarta: Gramedia

0 komentar:

Posting Komentar